Rabu, 23 Desember 2009

Konsep Umum Klasifikasi

Buku-buku, media, dokumen atau bahan informasi lain yang ada di perpustakaan, terutama yang jumlah koleksinya cukup besar, pada umumnya disusun berdasarkan sistem tertentu, dan umumnya dalam bentuk sistem klasifikasi. Klasifikasi merupakan aspek formal dari buku-buku, media, dokumen, atau koleksi lain yang ada di perpustakaan. Dengan demikian, tanpa klasifikasi, buku, media, dokumen, atau koleksi lain yang ada di perpustakaan, akan sangat sulit ditemukan, apalagi jika jumlah koleksinya sudah sangat banyak.
Berbagai sistem klasifikasi yang kita kenal menurut sejarah, berasal dari pinakes, yaitu suatu katalog untuk menempatkan subjek umum. Ini ditemukan oleh Callimachus pada perpustakaan Alexandria (Iskandariyah, Mesir). Ia mengklasifikasikan buku sampai pada sistem nomor seperti sekarang, termasuk sistem huruf dan lambang-lambang, atau kombinasi ketiganya: nomor, huruf, dan lambang.
Namun demikian, apapun bagan yang dipilih, atau seberapa besar koleksi yang ada, tujuan klasifikasi adalah untuk memudahkan pencarian suatu buku, media, dokumen, atau koleksi lain yang ada di perpustakaan. Hal ini penting sekali terutama jika sifat bukunya sangat heterogen.
Klasifikasi adalah alat untuk mempermudah pencarian buku atau dokumen, dan oleh karena itu ia perlu menempatkan buku-buku atau dokumen lain tentang sejarah nasional, tentang sibernetika dan bidang studi berkaitan, serta bidang-bidang lain yang memiliki sifat yang sama, ditempatkan pada tempat yang sama atau saling berdekatan. Hal ini dapat membantu para pencari buku atau dokumen lain mempercepat penemuannya, apalagi dalam perpustakaan yang memberlakukan sistem rak terbuka. Yang penting, klasifikasi harus sanggup menempatkan karya-karya yang saling berkaitan ke dalam tempat yang berdekatan. Dengan demikian, maka juga terjadi sebaliknya, bahwa karya-karya yang saling berjauhan atau bidang-bidang yang tidak memiliki ciri dan sifat yang sama (berlainan sifat dan cirinya), ditempatkan ke dalam tempat yang saling berjauhan.
Banyak bagan klasifikasi yang ada, namun setiap bagan pada akhirnya menuntun para pengguna kepada buku, media, atau koleksi lain yang dibutuhkannya, khususnya pada sistem layanan terbuka, serta bagi para petugas dan pustakawan dalam mencari buku atau dokumen lain untuk kepentingan penggunanya/pelanggannya. Pada yang terakhir ini terutama pada sistem rak tertutup. Mana yang baik di antara sistem terbuka dan tertutup tersebut, tidak perlu dipertentangkan, karena masing-masing sistem mempunyai keunggulan dan kelemahannya sendiri. Pada sistem rak terbuka, misalnya, pengguna bisa terdorong untuk melakukan browsing (melihat-lihat secara umum dan sepintas) jajaran koleksi perpustakaan secara langsung, dan oleh karena itu konsep ini dapat merangsang kesadaran intelektual.
Sementara itu, pada sistem rak tertutup, bisa mengurangi salah tangan, salah penempatan, dan pencurian buku. Pada sistem tertutup ini diajarkan kepada pengguna untuk menyandarkan kepada petugas untuk mengambilkannya setelah melalui pencarian jenis dan bentuk buku atau koleksi lain melalui katalog.
Pada sistem rak terbuka, diperlukan suatu sistem klasifikasi yang logis dan komprehensif agar para pengguna dapat menemukan subjek secara bersama-sama pula. Memang tidak menjadi masalah, apapun sistem yang digunakan, sistem klasifikasi tetap perlu kartu katalog sebagai sumber utama referensi utama. Dan ia juga harus lengkap dan mutakhir. Kartu katalog memberikan akses terhadap buku-buku, dokumen, atau koleksi lain yang ada di perpustakaan berdasarkan nama pengarang, judul buku atau dokumen, atau subjek, serta memberikan atau menyediakan nomor buku guna menemukan tempat buku dalam raknya.
Dengan melihat kondisi seperti tersebut di atas, maka yang namanya klasifikasi dan katalog ibarat saudara sekandung, artinya yang satu menjadi pelengkap yang lainnya. Klasifikasi tanpa katalog, tidak sempurna, juga sebaliknya, katalog tanpa klasifikasi, kurang berguna.
Perlu diingat di sini bahwa yang namanya klasifikasi adalah satu istilah yang digunakan untuk suatu proses yang bisa bermakna dalam rangka membuat skema atau bagan klasifikasi, dan termasuk juga kegiatan mengklasifikasikan suatu dokumen atau media sumber informasi. Guna memahami masalah-masalah teoretis tentang klasifikasi perpustakaan, maka secara singkat kita perlu membicarakan pengertian klasifikasi pengetahuan secara umum, atau yang sering disebut sebagai klasifikasi filosofis.
Secara sederhana, bagan atau skema klasifikasi didefinisikan sebagai suatu susunan kelompok kelas, suatu kelas tertentu yang kemudian dibagi ke dalam golongan-golongan yang mempunyai sifat dan ciri sama. Artinya pengelompokan berdasarkan ciri dan sifat yang sama. Ciri atau karekteristik di sini maksudnya adalah sifat pengelompokan konsep-konsep atau subjek yang terbagi-bagi sesuai dengan ciri yang dimilikinya. Dengan demikian, maka tujuan klasifikasi dalam hal ini adalah menempatkan benda-benda yang memiliki sifat sama secara bersamaan (ke dalam tempat yang sama atau berdekatan), dan menempatkan secara terpisah benda-benda yang memiliki sifat dan ciri yang berbeda.
Seperti telah ditunjukkan oleh Shera dan Egan bahwa "tidak ada teori pengetahuan, dan oleh karena itu tidak ada susunan pengetahuan, jika tidak mengingat akan kemampuan melekat pada pikiran manusia dalam membentuk konsep-konsep; serta merasakan konsep-konsep di luar pengelompokan secara mental yang meliputi dan mengelola sejumlah konsep spesifik yang mungkin ada". Karena pengklasifikasian setiap jenis benda bergantung kepada kemampuan intelektual yang melekat ini, maka pengklasifikasi harus memulai dengan memahami secara eksplisit tentang konsep dan pengelompokan. Konsep adalah pengenalan akan pola-pola sifat (qualities), atau struktur, yang memungkinkan pikiran menyebutkan objek dalam kaitannya dengan kenyataan konsistensi yang bisa diulang-ulang.
Menurut Aristoteles (dalam Wynar, 1972 dan juga Buchanan, 1979), semua pengetahuan ilmiah terdiri atas pengelompokan fakta-fakta atau keterangan-keterangan (particulars) di bawah konsep kelas secara bersamaan, serta dalam menggabungkan konsep-konsep tadi ke dalam suatu sistem. Tujuan ilmu adalah suatu batasan yang dapat menjelaskan ciri subjek dengan sifat-sifat dasarnya, serta dengan membedakan sifat-sifat tersebut dari kelompok-kelompok lainnya. Dengan demikian, tujuan akhir ilmu adalah pengelompokan objek-objek pengetahuan secara lengkap ke dalam kelompok-kelompok kelas, mempertunjukkan semua kesamaan dan perbedaan dalam sifat-sifat berbagai kelas.
Konsep ilmu seperti ini dijelaskan oleh Aristoteles. Ia mengatakan bahwa definisi suatu konsep istilah atau kelas, harus merupakan suatu statement yang lengkap tentang:
(1) Sifat-sifat dasar kelas. Contohnya adalah orang. Orang adalah hewan yang mampu berbicara secara rasional.
(2) Sifat-sifat khusus orang. Contohnya adalah orang mampu tertawa.
(3) Genus lain yang lebih tinggi. Contohnya, orang adalah binatang.
(4) Sifat-sifat yang membedakan orang dari semua spesies binatang lainnya. Contohnya, manusia adalah orang yang mampu berbicara.
(5) Sesuatu yang kebetulan ada, yaitu sifat-sifat yang merupakan bukan bagian dari definisi, tetapi pada umumnya ada pada setiap kelas dan kelas-kelas lainnya. Contohnya, orang adalah objek materi.

Pengelompokan ala Aristetolian ini sudah cukup terkenal. Dalam menggolongkan pengetahuan semesta (universal), ahli filsafat membatasi sepuluh kelas (kelompok benda yang paling disukai) sebagai berikut:
1. zat (substance) 2. kuantitas 3. kualitas
4. hubungan 5. tempat 6. waktu
7. situasi/posisi 8. posesi* 9. aktualitas
10. passivitas * = barang milik atau karakter yang diperoleh.

Lebih jauh kita dapat menemukan epistemologinya Aristoteles dalam uraian Kant. Menurut Kant, selalu ada dua faktor dalam pengetahuan -- yaitu bahan mentah, yang merupakan pengalaman indera, dan kegiatan pikiran yang tersusun, terorganisasi atau terpadu (synthetic). Untuk memahami atau untuk mengindera penafsiran, atau penilaian, yaitu pembentukan konsep dan hukum yang merupakan susunan dan rangkaian, caranya adalah dengan memadukan atau menyusun isi persepsi indera. Bentuk-bentuk ini merupakan kategori atau pengelompokan, yaitu bentuk-bentuk pemikiran suatu objek secara universal dan fundamental serta hubungan-hubungan antar objek tadi. Melalui penggunaan kategori-kategori ini, pikiran membangun bahan persepsi indera ke dalam keseluruhan pengalaman yang jelas (intelligible), sistematis, dan tersusun rapi.
Kategori Kant ini sesuai dengan klasifikasi atau penafsiran di dalam logika tradisional, sebagai berikut:
(1) Kategori-kategori kuantitas
kesatuan
pluralitas
totalitas
(2) Kategori-kategori kualitas
realitas
ketiadaan (negation)
keterbatasan (limitation)
(3) Kategori-kategori hubungan
kemelekatan (inherence) dan penghidupan (subsistence) atau zat (substance).
kausalitas dan ketergantungan.
komunitas atau pertukaran kepengaruhan (reciprocity of causal influence).
(4) Kategori-kategori modalitas - pengandaian
kemungkinan - kemustahilan
keberadaan - ketiadaan
keperluan - kebetulan (contingency).

Untuk menggambarkan teori dan argumen Kant, berikut diberikan gambaran beberapa contoh kategori dalam bentuk penerapan:
1) Kesatuan. Pikiran menyatukan berbagai sensasi. Contohnya seperti warna, bentuk berat, ukuran, rasa, dsb. ke dalam kesatuan atau identitas yang namanya jeruk, misalnya.
2) Pluralitas. Untuk menghitung sekantong jeruk, pikiran harus mengulanginya, seperti katakanlah, dua belas kali. Mengenali identitas kesatuannya serta menambahkan atau memadukan masing-masing satu kepada jumlah yang sudah diakui sebelumnya.
3) Zat. Pikiran dapat mengakui perubahan hanya dengan menunjukkan segala sesuatu yang tetap/permanan. Tanpa adanya kesadaran tentang keabadian, maka tidak ada perubahan, juga sebaliknya. Dengan begitu, maka jika kita berpikir tentang suatu objek, sebuah meja, misalnya, kita dapat mengatakan perubahan penampilannya hanya jika kita mengakui keidentikannya bahwa ia berubah.
4) Kausalitas. Hubungan kausal adalah satu dari rangkaian urutan yang perlu dan tidak bisa dibalik-balik. A penyebab B, berarti A harus terjadi pertama sebelum kejadian B. Namun dari pengalaman indera kita sendiri, kita tidak dapat memperoleh ide dengan rangkaian yang perlu dan tidak bisa terbalik itu.

Sekarang jelas bahwa penggunaan atau penerapan seluruh kategori itu mempunyai arti harus selalu sintesis, terorganisasi atau tergabungkan, termasuk pada beberapa hal dalam pengalaman indera yang semrawut (chaotic) dan berjenis-jenis. Pengetahuan meliputi baik yang sintesis maupun yang analitis. Kita harus melihat benda secara bersama sebelum bagian-bagiannya; namun juga kita tidak bisa melihat benda bersama-sama kecuali kalau kita meletakkannya bersama-sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar